Ada beberapa faktor yang penting untuk dipertimbangkan sebelum membeli aset properti. Entah itu berupa tanah, rumah, ataupun unit apartemen. Tak cuma soal harga atau lokasi yang strategis, surat-surat kepemilikan juga perlu diperiksa secara seksama. Pasalnya, surat kepemilikan tersebut adalah bukti kepemilikan yang sah. Jangan sampai Anda terlibat masalah hingga ke ranah hukum karena ada yang mengklaim properti yang Anda beli. Pasalnya, hingga saat ini kasus sengketa properti khususnya tanah masih marak terjadi.
Hak milik atas properti dibuktikan dengan adanya sertifikat resmi sehingga kepemilikannya berkedudukan kuat di mata hukum. Selain untuk kepentingan jual beli, sertifikat kepemilikan juga sangat penting untuk pembuatan izin pendirian bangunan dan sebagai jaminan kredit ketika Anda mengajukan pinjaman dana ke lembaga keuangan atau bank.
Maka dari itu, penting pula untuk mengetahui jenis-jenis surat kepemilikan properti. Pasalnya, terdapat beberapa jenis surat atau sertifikat terkait kepemilikan properti. Berikut diantaranya:
Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan jenis sertifikat yang menunjukkan bahwa pemegang sertifikat memiliki kekuasaan penuh sebagai pemilik atas lahan atau tanah di sebuah kawasan dengan luas tertentu yang tercantum dengan waktu yang tidak terbatas.
Bila suatu saat terjadi masalah, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah yang memiliki kedudukan kuat di mata hukum. Selain itu, SHM hanya berlaku untuk WNI (Warga Negara Indonesia) saja dan juga bisa dijadikan jaminan untuk pengajuan pinjaman dana ke bank.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah sertifikat yang menjadi bukti bahwa pemegang memiliki hak untuk menggunakan bangunan di atas sebuah lahan yang bukan milik sendiri selama jangka waktu tertentu. Artinya, pemegang SHGB tidak memiliki lahan, melainkan hanya memiliki bangunan yang dibuat di atas lahan tersebut. Sertifikat ini diberikan kepada WNI atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia.
Lahan dengan SHGB biasanya merupakan lahan yang dikelola pengembang properti atau gedung perkantoran. Selain itu, ada juga rumah atau tanah dengan SHGB yang kepemilikannya dipegang oleh negara. Masa berlaku SHGB hanya 30 tahun, tapi bisa diperpanjang kembali hingga 20 tahun.
Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS)
Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) atau yang di negara lain biasa disebut strata title merupakan bukti kepemilian unit rumah susun. Jadi setelah rusun selesai dibangun dan mendapat izin layak huni, maka pihak pengembang wajib melakukan pemecahan sertifikat rusun atas unit-unit rusun. Pemecahannya harus melalui Akta Pemisahan Rumah Susun yang dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Lalu diserahkan ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Pemilik bisa menjadikan HMSRS sebagai agunan atas pinjaman ke lembaga keuangan.
Girik
Girik lebih populer sebagai bukti kepemilikan tanah di pedesaan ketimbang sertifikat. Terutama tanah yang kepemilikannya turun-temurun atau tanah warisan. Padahal, sebetulnya girik bukan bukti kepemilikan lahan yang sah, melainkan hanya bukti pembayaran pajak lahan yang dikuasai. Sehingga kedudukannya tidak kuat di mata hukum negara.
Lahan atau tanah yang berstatus girik belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tetapi bisa dijadikan dasar untuk pembuatan sertifikat tanah. Jika lahan atau tanah girik akan diperjualbelikan, harus dipastikan bahwa nama yang tertera di dalam girik sama dengan yang tertera dalam akta jual beli. Lalu segera ajukan permohonan sertifikat hak atas tanah ke kantor BPN setempat
Hak milik atas properti dibuktikan dengan adanya sertifikat resmi sehingga kepemilikannya berkedudukan kuat di mata hukum. Selain untuk kepentingan jual beli, sertifikat kepemilikan juga sangat penting untuk pembuatan izin pendirian bangunan dan sebagai jaminan kredit ketika Anda mengajukan pinjaman dana ke lembaga keuangan atau bank.
Maka dari itu, penting pula untuk mengetahui jenis-jenis surat kepemilikan properti. Pasalnya, terdapat beberapa jenis surat atau sertifikat terkait kepemilikan properti. Berikut diantaranya:
Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan jenis sertifikat yang menunjukkan bahwa pemegang sertifikat memiliki kekuasaan penuh sebagai pemilik atas lahan atau tanah di sebuah kawasan dengan luas tertentu yang tercantum dengan waktu yang tidak terbatas.
Bila suatu saat terjadi masalah, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah yang memiliki kedudukan kuat di mata hukum. Selain itu, SHM hanya berlaku untuk WNI (Warga Negara Indonesia) saja dan juga bisa dijadikan jaminan untuk pengajuan pinjaman dana ke bank.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah sertifikat yang menjadi bukti bahwa pemegang memiliki hak untuk menggunakan bangunan di atas sebuah lahan yang bukan milik sendiri selama jangka waktu tertentu. Artinya, pemegang SHGB tidak memiliki lahan, melainkan hanya memiliki bangunan yang dibuat di atas lahan tersebut. Sertifikat ini diberikan kepada WNI atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia.
Lahan dengan SHGB biasanya merupakan lahan yang dikelola pengembang properti atau gedung perkantoran. Selain itu, ada juga rumah atau tanah dengan SHGB yang kepemilikannya dipegang oleh negara. Masa berlaku SHGB hanya 30 tahun, tapi bisa diperpanjang kembali hingga 20 tahun.
Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS)
Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) atau yang di negara lain biasa disebut strata title merupakan bukti kepemilian unit rumah susun. Jadi setelah rusun selesai dibangun dan mendapat izin layak huni, maka pihak pengembang wajib melakukan pemecahan sertifikat rusun atas unit-unit rusun. Pemecahannya harus melalui Akta Pemisahan Rumah Susun yang dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Lalu diserahkan ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Pemilik bisa menjadikan HMSRS sebagai agunan atas pinjaman ke lembaga keuangan.
Girik
Girik lebih populer sebagai bukti kepemilikan tanah di pedesaan ketimbang sertifikat. Terutama tanah yang kepemilikannya turun-temurun atau tanah warisan. Padahal, sebetulnya girik bukan bukti kepemilikan lahan yang sah, melainkan hanya bukti pembayaran pajak lahan yang dikuasai. Sehingga kedudukannya tidak kuat di mata hukum negara.
Lahan atau tanah yang berstatus girik belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tetapi bisa dijadikan dasar untuk pembuatan sertifikat tanah. Jika lahan atau tanah girik akan diperjualbelikan, harus dipastikan bahwa nama yang tertera di dalam girik sama dengan yang tertera dalam akta jual beli. Lalu segera ajukan permohonan sertifikat hak atas tanah ke kantor BPN setempat